Rabu, 28 Januari 2009

Allah Hidupkan Anak Saya

Saya perkenalkan diri, nama saya Ananto Subagyo (26 Desember 1956) dengan seorang istri yang bernama Maria Indrawati (18 Oktober 1967) dan saya dikarunia tiga orang anak, yang pertama adalah

Saya perkenalkan diri, nama saya Ananto Subagyo (26 Desember 1956) dengan seorang istri yang bernama Maria Indrawati (18 Oktober 1967) dan saya dikarunia tiga orang anak, yang pertama adalah Vina Anastasia (10 Nopember 1986) yang kedua adalah Cherry (27 Oktober 1988) dan yang ketiga adalah Pamella Nathania (30 September 1990) dengan seorang ibu yang baik yang selalu mendempingi saya adalah Ibu Trisna Handayani (10 Pebruari 1931).

Dan alamat saya adalah: Jl. Kapten Sudibyo No. 37a Telp (0283) 56040 TEGAL - JATENG - INDONESIA . Cerita ini diawali dengan suatu peristiwa yaitu tanggal 27 Januari 1997 anak saya yang pertama sakit panas sampai mimisan setelah di cek ternyata trombosit anak saya sangat rendah 30 ribu, (untuk orang normal trombositnya sekitar 300 ribu), ini menunjukkan adanya stadium yang sangat berbahaya, hari itu juga kami bawa ke RS Telogorejo Semarang, pada pukul 9 malam, dokter memeriksa tubuh anak saya yang panasnya saat itu sudah mencapai 40 setengah derajat Celcius.

Dokter memasukkan selang kedalam hidungnya yang mengarah kelambung dan ternyata benar bahwa ada gumpalan-gumpalan darah yang keluar dari lambungnya, malam itu juga saya telpon kepada gembala sidang saya untuk membantunya dalam doa, dan saya terus pegang janji-janji Allah akan kuasanya yang ya dan amin,kemudian hari Jumat 31 Januari 1997 setelah diukur ternyata 50 ribu....

masih jauh dari yang diharapkan, sementara itu detak jantungnya semakin lemah, angka monitor saat anak saya masuk 100 tetapi kemudian saat itu mencapai angka 50 dan terdengar alarm tut...tut....tut, dokter menyuruh menyediakan 3 donor darah sekaligus dihari jumat, donor darah dari seorang ibu yang sangat sederhana adalah donor yang ketiga, ibu itu berkata Oom....

darah saya adalah darah yang terakhir untuk putri Oom, terus terang waktu itu pikiran saya datang yang negatif....darah yang terakhir....apa artinya ini, tetapi saya cepat-cepat menyingkirkan pikiran yang negatif, dan saya mengaminkan semua firman Tuhan bahwa segala sesuatu tidak ada yang mustahil bagi orang percaya, dan saya percaya bahwa apa saja yang kamu minta percayalah bahwa kamu sudah menerimanya(Markus 11:24) saat itu anak saya merintih pi...pi....vina sakit..... pada saat seperti itu saya berkata kepada Vina, Vin...jangan takut papi ada bersamamu, saat itu saya ingat akan janji Firman Allah bahwa Allah akan senantiasa tidak akan meninggalkan engkau tetapi menyertai orang-orang yang bersandar dan berserah kepadaNya. (Ibrani 13:5).

Sabtu 1 Pebruari ternyata setelah dites trombositnya naik lagi sekarang mencapai 106 ribu Puji Tuhan dan sore harinya ternyata anjlok lagi 51 ribu ini menunjukkan adanya kebocoran dilambungnya itu masih ada, dan kondisi Vina sudah semakin melemah, saat itu dokter meminta untuk dua orang donor darah, dan saya adalah merupakan donor yang terakhir, sebab dokter mangatakan bahwa selama masih ada donor dari luar, pakai orang luar, tetapi kalau sudah tidak ada, baru yang terakhir adalah dari keluarganya yang dalam hal ini adalah saya sendiri, ini adalah strategi rumah sakit, sdr....

pada saat itu sepanjang malam Vina merasakan sakit kepala yang teramat sangat, dia merintih....pi....sakit pi....ndak kuat....ndak tahan...pi... dia minta didoakan, saya katakan dengan Tuhan Vin...Vina pasti tahan, kepalanya sakit...perutnya sakit...tangannya bengkak (karena infus diganti-ganti tangan kiri ke kanan). Hari Minggu 2 Pebruari 1997 pagi-pagi dites lagi trombositnya, tetapi hanya ada 57 ribu....masih jauh dari yang diharapkan, waktu itu dokter berkata bahwa saya harus siapkan 5 donor darah lagi sekaligus, saat itu saya panik harus mencari kemana, karena saya tidak banyak kenalan, tetapi saya banyak dibantu saudara-saudara seiman dari gereja Bethel Indonesia Bethany Semarang.

Sementara itu anak saya yang ketiga yaitu Pamela yang menyusul saya diSemarang badannya panas, dan setelah dites ternyata positif dinyatakan juga terkena demam berdarah,Oh....satu masih dalam keadaan kritis anak ketiga masuk keRS, sore harinya anak saya yang kedua Chery dia juga badannya kedinginan, dan setelah dites ternyata juga positif kena demam berdarah, tiga-tiganya semuanya masuk RS, satu di ruang ICU dan yang lain diruang perawatan, saya sungguh panik dan saya rasakan beban-beban ini sangat berat, oleh karena itu saya tidak lagi memperdulikan waktu, saya menangis saya menghubungi gembala sidang kami (Pdt John Rusli) untuk mendukungnya dalam doa, karena sungguh beban ini sangat berat, tetapi satu perkara bahwa doa orang benar bila dengan yakin didoakan sangat besar kuasanya, inilah yang menjadi pengharapan saya yaitu kekuatan doa-doa itulah yang menunjang kekuatan kami.

Saudara bisa bayangkan saya berlari-lari dari ruang B4 ke ICU bolak balik, anak-anakku di B4 teriak kesakitan, panggil papi....papi...sementara Vina diruang ICU juga tidak mau ditinggal.....saat bangun dia menanyakan....papi....(dengan bibir sangat lemah sekali).

Malamnya....monitor menunjukkan angka 50....46.....44....42 ini menunjukkan semakin melemahnya jantung Vina, saya tidak tidur berhari-hari, saya tidak perdulikan waktu, malam....siang...pagi, selalu kontak telpon dengan gembala sidang kami Bapak Pdt John Rusli dan teman-teman serta saudara2 seiman di Tegal. mohon dukungan doa.

Saya telpon ditelpon umum kartu didekat kantin bagian depan RS Telogorejo, penjaga-penjaga kantin sering melihat dan memperhatikan saya menangis, berlari-lari ketelpon untuk lalu bergegas lagi ke ruang ICU. Sementara diTegal diadakan doa bersama bahkan doa rantai untuk mendukung imanku.Saya percaya bahwa doa orang benar itu besar kuasanya (Yak 5:16).

Hari Senin 3 Pebruari 1997 dini hari pukul 02.00 monitor menunjukkan angka 46....44....42....melemah terus ....tapi-tiba naik 50.....60....70....80....100....saya tidak sempat lagi perhatikan angka-angka dimonitor itu yang berdetak cepat dan terus naik. Saya sangka Vina sembuh!! Tetapi saya terkejut, Vina yang terbangun matanya melihat kekiri dan diam saja, saya panggil...Vin....Vina....liatin papi Vin.....tetapi ia tetap diam.

Saya panik...saya panggil suster dan dokter akhirnya datang dan berkata: PENDARAHAN OTAK !!!

hati saya hancur, Tuhan...Tuhan tolong.... langsung anak saya digeledek masuk kedalam suatu ruang untuk scanning foto, pada saat itu dokter segera melakukan scanning otak, dan pada saat itu dokter mengatakan bahwa pagi ini juga, akan dilakukan bedah otak, dokter dihubungi malam itu jam dua malam.

Pada saat itu anak saya sudah tidak sadarkan diri, dan anak saya mengalami kejang-kejang selama tiga setengah menit, saya merangkul dia....Vina....Tuhan tolong, tolong Tuhan....salah seorang saudara saya yang menyaksikan mengatakan....sudah serahkan saja pada Tuhan...

kasihan Vina...tetapi saya berkata tidak...saya tidak rela, saya percaya akan janji Allah dan saya percaya akan Firman Allah dan saya percaya bahwa anak saya pasti akan sembuh dan saya percaya bahwa saya akan pulang bersama anak saya keluar dari rumah sakit ini dengan sembuh, hati saya hancur....

kemudian anak saya tenang kembali, tetapi tidak berapa lama kejang-kejang lagi, kali ini sudah tidak bisa lagi merintih, sudah tidak bisa lagi menangis, tidak bisa lagi bersuara, malah yang keluar adalah kotorannya dari dubur, saat itu tentu anak saya sangat....sangat menahan rasa sakit, hati saya hancur melihat anak saya yang saya sayangi, dan dalam situasi seperti itulah saya pasrah kepada Tuhan, dan saya katakan Tuhan...sekalipun saya tidak mengerti, tetapi saya relakan anak saya....karena saya tidak tahan melihat penderitaan anak saya.

Lalu saya katakan kepada Vina yang saat itu sudah tidak sadar...Vina...kalau vina lebih senang dengan Tuhan Yesus...papi rela Vin....nanti disana kita ketemu lagi ya Vin...tetapi kalau Vina masih senang dengan papi...bertahan vin....bersama Yesus vina harus kuat.

Dokter yang memegang nadinya saat itu bersama suster hanya saling pandang, kemudian dia masukkan selang kedalam mulutnya yang mengarah kedalam paru-parunya, lalu mereka meninggalkan ruangan itu, walau sempat terdengar suster mengatakan sudah habis, saya tidak mengerti apa yang dikatakannya,...paru-parunya berkembang kempis karena alat-alat yang dikenakan melalui mulutnya, saat itu saya tidak mengerti akan kondisi anak saya,lalu dokter melihat hasil tes scanning...menjadi terkejut, karena hasilnya adalah: TIDAK DIKETEMUKAN KELAINAN APAPUN, dokternya bingung, tes trombosit di laboratorium memunjukkan angka 166 ribu...mendekati normal, sehingga dokter mengatakan Fantastis, saya menghubungi dokter...dok bagaimana keadaan anak saya...kan masih nggak sadar begitu?...Dokternya balik bertanya...Ya mau diapakan lagi.

Kita mau kasih obat apa?? Dokter mengatakan ini pasti nggak bener!!, dia menunjukkan foto, sama hasil laboratorium, ini mesti nggak beres, tetapi dengan suatu kekuatan dan keyakinan...saya katakan pada dokter...ini mesti beres, ini mesti bener !! Dokter...memandang saya dan berkata ya syukurlah kalau anda memiliki keyakinan seperti itu. Lalu ia meninggalkan saya dengan menjanjikan untuk membentuk suatu team.

Pagi itu saya tinggalkan Vina yang sedang "Tertidur" Saya meratap kepada Tuhan dikamar istirahat dibagian depan RS Telogo rejo. Pagi itu banyak saudara-saudara saya yang datang memberi sara...sudah pindah saja Rumah Sakit, saya akan hubungi dokter ahli....posisi saya saat itu sulit sekali sebab kalau saya tidak menghubungi dan menerima saran untuk pindah, bila terjadi sesuatu pada anak saya, mereka pasti akan menuding saya, "Kamu sih tidak turut saran saya dan ambil tindakan" tetapi bila saya pindahkan dan ternyata terjadi sesuatu, paling dokter akan berkata ...ya mau diapakan lagi, karena kondisi putri anda sudah demikian parah".

Juga kalau putri saya pindah RS dan dokter, dan sembuh paling yang dimuliakan adalah dokternya dan bukan Tuhan!!oleh karena itu saya berdoa agar kalau hal itu bukan kehendak Tuhan...batalkan saja Tuhan.....saya hanya mau Engkau yang dimuliakan. Dan benar...saat itu mereka kembali dengan tangan kosong...dokter tidak mau menerima.

Setelah Vina pulih saat itu hari jumat tanggal 7 Pebruari 1997 masa krisis sudah berlalu, dokter yang tahu betul (Dokter jaga di ICU) berulang kali mendatangi Vina danselalu berkata....ini Ajaib....ini Ajaib...(Sambil geleng-geleng kepala). Bahkan direksi rumah sakit, pimpinan RS juga tengok setiap hari, karena rupa-rupanya kasus ini adalah kasus yang khusus, bahkan sampai keluar dari RS saat ini diTelogorejo, bahkan penyakit putri saya belum diketahui secara nyata, saat itu saya tidak tahu apa maksudnya, saya tanya...apa maksudnya dokter??

Siang itulah dokter itu bercerita, sebenarnya...pada tanggal 3 Pebruari 1997 anak saya sudah meninggal, dokter yang mengatakan itu adalah dokter yang ahli, lulusan Jerman yang tahu persis tentang keadaan bagaimana orang yang meninggal, saya tahu keadaan orang yang meninggal, jantungnya melemah dan denyut nadinya lama-kelamaan habis dan hilang, putri Koh waktu itu sudah tidak ada nafasnya, dan kalau dadanya kembang kempis itu adalah hanya merupakan dorongan dari mesin/ alat pacu paru-paru buatan manusia.

Eh ternyata jam 5 pagi kok bangun! Oh....dia bilang ajaib...ajaib.....memang Tuhan Yesus itu ajaib. Yang mengatakan ini bukan saya, tetapi dokter yang tahu betul secara medis. Padahal sebelumnya ia mengatakan mungkin Koh sama putri koh ini Jiong (Sial). Tapi saya katakan nggak dokter...saya percaya akan kuasa Kristus yang akan dinyatakan.

Mujizat Allah masih tetap berlangsung!!! Anak saya mati secara jasmani tetapi sekarang Tuhan sudah bangkitkan lagi, hidup lagi. Saya ingat waktu itu hari Rabu...tekanan darahnya sampai 150, anak kecil tekanannya kok 150 sementara ia hidup dari alat buatan manusia.... waktu itu dokter berkata ayo Vin nafas Vin.....dia nafas.....nilainya hanya satu, yang sempurna adalah 12-14 kalau tidak salah, ayo nafas.... ternyata tidak bisa.

Dan siang itu terjadi sesuatu...mesin yang dipakai untuk menunjang paru2nya bocor, bunyi seesssss....sessss.... adik saya yang menunggunya saat itu berkata suster ini kok bunyi, suster pada waktu itu kencengi dengan memutarnya (menutupnya), tetapi pada waktu di kencengi ternyata mesinnya njebuk (Meledak), lalu mereka cepat-cepat ganti mesin yang baru padahal untuk memasangnya perlu dirakit dulu, pada saat pergantian itu, selang beberapa menit, anak saya seperti terbenam dalam air, dan rupa-rupanya pada saat tersenggal-senggal itu ternyata selang yang masuk kedalam paru-paru, pindah kedalam lambungnya, sehingga pada saat mesin itu baru dinyalakan, bukannya memompa paru-parunya tetapi lambungnya yang sedang luka, dan anak saya tunjukkan perutnya, ternyata setelah dokter, suster melihat ternyata perutnya besar...mlembung....seperti bola, sehingga selang itu dicabutnya, dan perutnya dikempeskannya, kemudian keluar darah dari mulutnya, tetapi pada saat itulah, selagi mesin paru-paru buatan manusia yang telah diledakkan oleh Tuhan, tidak lagi terpasang dimulutnya, paru-paru buatan Allah bekerja sempurna.

Dokter melihatnya lho kok bisa nafas...oh....semua ini karena Tuhan, lalu lambungnya yang dipompa dan berdarah itu dites lagi trombositnya ternyata mencapai 216 ribu....sudah normal. Sehingga satu demi satu selang itu dilepaskannya karena anak saya mendapat kesembuhan dari Tuhan, demikian pula anak-anak saya yang lain semuanya sembuh sempurna sebab Allah kita itu sempurna.

Sehingga saya bisa pulang dari RS Telogorejo tanggal 14 Pebruari 1997 itu dengan penuh kemenangan, ini semua berkat dukungan doa saudara-saudara semuanya, dan terutama saya ucapkan terima kasih secara khusus kepada gembala sidang saya bapak Pdt John Rusli yang telah mendoakannya dengan tekun disaat-saat anak saya dalam keadaan kritis, juga doa ibu Waridi....Terima kasih atas semuanya, dari pengalaman ini aku mengenal kalau Tuhanku itu adalah Allah El Shaddai.....Aku kenal kasih yang melimpah, kasih Gembala yang baik pada dombanya. AMIN.

Catatan: Vina sejak kelas 1 SD disekolahnya selalu berprestasi baik (Ranking) Setelah Vina Pulih Dokter masih mengetes syaraf otaknya yang diduga ada sesuatu hal yang kurang beres, tetapi ternyata memang segalanya BERES (Allah yang membereskannya) karena sakit, Vina tidak sekolah kurang lebih satu bulan. Saat masuk sekolah Gurunya memberi pertanyaan kepada semua murid....tidak ada yang bisa menjawab (Ditunjuk), Vina angkat tangan - menjawab, dan benar, sehingga membuat gurunya juga kagum, semua ini adalah karena Allah yang ajaib, bahkan satu tahun kemudian, saat ujian SD, Vina berhasil dengan baik, NEM nya tertinggi untuk Kotamadya Tegal. Allah kita sesungguhnya memang Maha besar, nyata kuasaNya, nyata pemeliharaanNya....El Shaddai!!!


Ananto Subagyo

Baca selengkapnya

Akhirnya

Aku tidak menangis ketika harus pergi ke luar kota untuk melanjutkan sekolah, padahal waktu...........

Aku tidak menangis ketika harus pergi ke luar kota untuk melanjutkan sekolah, padahal waktu itu usiaku masih sangat muda. "Aku tak ingin pergi, aku ingin dekat dengan papa, mama dan semua yang aku sayangi di rumah." Demikian teriaku dalam hati.

Aku tidak menagis ketika papa memarahi aku hanya karena masalah kecil. Akupun tidak menangis ketika mama memarahi aku hanya karena dapurnya kubuat berantakan. Aku tidak menagis ketika mereka menyakiti aku.

Aku tidak menangis ketika nilai raportku jelek, aku tahu bahwa aku telah berusaha semaksimal mungkin dan ini adalah yang terbaik yang bisa aku peroleh.

Aku tidak menangis ketika mereka menyebar fitnah itu, sebab aku tahu aku tidak seperti itu. Aku tidak membalas mereka sebab aku tahu aku tak punya hak melakukannya, sebaliknya dengan tenang aku menerima semuanya. Aku tidak menangis ketika sahabat-sahabatku mungkin mempercayai fitnah tersebut.

Aku tidak menangis ketika mereka yang kuanggap akan membantuku justru menyalahkan aku, mencaci dan mengutuk aku. Mungkin akan sangat melegakan jika saat itu aku menangis tapi tidak, aku tidak menangis... "Tidak boleh, aku tidak boleh menangis." Demikian kataku pada diriku sendiri.

Aku tidak menangis ketika aku sendirian di kota yang tidak kukenal. Aku tidak menangis ketika aku sedang sakit dan sadar bahwa mama jauh dariku.

Suatu pagi aku bangun dengan perasaan sangat gelisah, namun aku tak tahu apa yang menyebabkan kegelisahanku ini, sampai datang suatu berita, nenek tercintaku telah meninggal dunia pukul 3 subuh pagi tadi. Aku dapat melihat kesedihan dan kekecewaan mama dari air mata yang mengalir...

Kemudian akhirnya akupun menangis... Selamat jalan nenekku. Semoga engkau bahagia di hadiratNya.


Jost Florindah "yoshi"
Email: fly_adios@yahoo.com

Baca selengkapnya

5 Menit telah menyelamatkan nyawa saya

Shalom,saya ingin berbagi pengalaman dengan teman-teman sekalian. Kejadian berawal kemarin (20 Juni) sekitar jam....

Shalom,saya ingin berbagi pengalaman dengan teman-teman sekalian. Kejadian berawal kemarin (20 Juni) sekitar jam 10 malam saat saya mengendarai mobil dengan sepupu di daerah lampu merah ke arah Tugu Tani dari arah kebun sirih. Tiba-tiba kaca depan kiri sepupu saya yang sedang menelpon di gedor-gedor dengan pemuda yang masih belasan tahun. Kita kaget dan berteriak lalu pemuda itu meminta handphone sepupu saya. Lalu beliau sembari menunjukkan besi di perutnya, dan langsung tiba-tiba menghantam kaca depan mobil saya. Perasaan saya hanya bisa melihat kaca mobil yang timbul retak-retak dan mulai berjatuhan serpihan kacanya. Lalu saya berpikir apa yang harus saya lakukan sedangkan lampu merah masih lama, dan tidak ada satu orang pun yang menolong kami. Dan sempat beliau memukul kaca depan mobil kami,akhirnya saya berteriak TUHAN YESUS dan langsung masukkin gigi mundur. Tiba-tiba mobil saya nabrak mobil di belakang dan Pemuda tersebut meninggal kan mobil kami begitu saja. Akhirnya setelah mundur, saya mengambil jalan sebelah kanan. Lalu mobil belakang saya mengklakson mobilnya agar minta pertanggung jawaban saya. Tapi setelah melihat kaca depan mobil hancur,beliau hanya mengangkat tangannya (seolah –olah memberitahu it’s oke). Karena saat itu saya shock dan tidak berani turun karena pemuda itu belum jauh meninggalkan mobil kami.
Dan lampu hijau menyala, saya langsung pulang ke rumah. Dan saya hanya bisa berdoa mengucap syukur sepanjang perjalanan dan di rumah. Dan anehnya saya tidak sakit hati, tidak kesal dengan pemuda tsb. Dan saya berdoa Tuhan mau mengampuni dan menjamah hati Pemuda itu. Dan saya percaya segala sesuatu yang terjadi adalah yang terbaik untuk kehidupan saya.
Saya tak bisa membayangkan jika saya tidak menyebut nama Tuhan Yesus, mungkin ada beberapa kejadian :
1. Kaca sebelah kiri depan sudah di hantam oleh pemuda tsb untuk mengambil handphone sepupu saya.
2. Mobil di belakang saya menuntut ganti rugi

Akhirnya saya membawa mobil tsb untuk claim asuransi.
Dengan kejadian ini, Tuhan Yesus berkarya untuk kehidupan aku.

Thank you Lord.

God Bless You.



Email: claraminiqueen@yahoo.com

Baca selengkapnya

10 menit dari Tuhan yang menyelamatkanku

saya hari ini benar-benar beruntung dan bersyukur kepada Tuhan atas keselamatan yang diberikan kepada saya, sehingga....

saya hari ini benar-benar beruntung dan bersyukur kepada Tuhan atas keselamatan yang diberikan kepada saya, sehingga saya terhindar dari ledakan bom.

Saya berangkat dari rumah sekitar pukul 08.05 WIB, dan saya menyempatkan diri untuk membayar listrik di PLN Cilangkap-CImanggis.

Saya lalu melanjutkan perjalanan dengan melewati Jl. TB Simatupang, ketika sampai di perempatan Ragunan, saya sempat ragu mau lewat mana, kemudian saya memutuskan untuk melewati Warung Buncit, Mampang, dan masuk ke Jl. HR Rasuna Said dengan harapan keadaan jalan yang tidak begitu macet.

Karena panas Jakarta yang sangat panas, saya menyempatkan diri untuk minum teh botol di sebuah warung di depan Sentra Mulia (Markas ANTEVE) atau persisnya di seberang Stadion Kuningan Brojonegoro dan Kedubes Australia. Saya biasanya menghabiskan teh botol yang saya beli, namun karena saya merasa sudah kesiangan (saya sempat melihat jam sekitar pukul 10 lewat 30 menit (jam digital saya kecepatan 10 menit-kebiasaan buruk biar tidak terlambat ke kantor), itu berarti jam 10:20. Selesai membayar, saya melanjutkan perjalanan ke kantor. Ketika saya belok ke kiri menuju Sudirman dengan melewati Hotel Regent dan Landmark, saya merasa ada suara ledakan, saya kira itu adalah ban meletus atau yang lainnya, saya tidak sempat berpikir bahwa itu adalah ledakan bom.

Ketika sampai di kantor, saya kemudian mendengar dari teman-teman, bahwa terjadi ledakan di Sentra Mulia...lha kan saya jadi bingung, lhawong tadi saya malah minum teh botol di depan sentra mulia... ternyata setelah itu saya tahu kabar bahwa yang ledakan di depan kedubes australi sekitar jam sebelasan... sambil tidak percaya, saya kemudian mencari info kepastian jam meladak..dan saya membuka detik.com yang tertera jam ledakan adalah sekitar 10.30. saya cuma diam...berpikir...ajaib karena saya masih bisa hidup...ternyata selisih 10 menit itu adalah sangat berharga...bayangkan kalau saya beristirahat terlalu lama...paling tidak...telinga saya bisa tuli karena ledakan.

Sekali lagi... Terima kasih kepada Tuhan...

Antonius KBY - Kementerian Kebudayaan dan Pariwisat RI.
anton@mudika.com
Kamis, 9.9.2004, jam 13:16


Baca selengkapnya

Selasa, 27 Januari 2009

Apa Itu Mujizat?

Aku tidak tahu apa artinya mujizat. Tetapi hidup, bagiku sendiri, adalah suatu mujizat?demikianlah tutur seorang ibu padaku suatu hari. Dan saat aku memandang wajahnya kini, aku selalu merasa takjub pada kata-katanya itu. Dia telah menggambarkan

Aku tidak tahu apa artinya mujizat. Tetapi hidup, bagiku sendiri, adalah suatu mujizat?demikianlah tutur seorang ibu padaku suatu hari. Dan saat aku memandang wajahnya kini, aku selalu merasa takjub pada kata-katanya itu. Dia telah menggambarkan suatu perjuangan, suatu iman dan keyakinan yang teguh dalam menjalani penderitaan.

Pada mulanya, saat dia didiagnosa menderita kanker mulut rahim dan usianya hanya tersisa tiga bulan lagi, dia merasa amat terpukul. Dengan perasaan khawatir dia berangkat ke Singapura dan menjalani pemeriksaan yang lebih teliti di sana. Hasil diagnosa ternyata tidak berbeda jauh dengan apa yang telah ditemukan oleh para dokter di daerah ini. Dia kemudian disarankan untuk menjalani suatu terapi yang berbiaya amat tinggi.

Saat aku mendengarkan dari dokter tentang penyakit yang kuderita dan saran pengobatan yang akan kujalani, aku merasa cemas. Maka aku lalu berdoa. Pada saat itu, aku juga sedang mengurus suatu perjalanan ziarah le Lourdes. Maka berada diantara dua pilihan antara menghabiskan dana yang kumiliki untuk berobat atau berziarah ke Lourdes, aku bimbang. Tetapi, jika waktu hidupku ini hanya singkat, mengapa aku harus menjalaninya dengan suatu proses yang tidak pasti? Memperpanjang waktu kehidupan dalam derita tidaklah sebanding dengan menikmati waktu yang singkat itu dengan berziarah dan melihat alam ciptaanNya. Maka kuputuskan untuk berziarah saja biarpun hidupku mungkin menjadi singkat.?

Demikianlah, ibu itu lalu mengikuti ziarah yang telah direncanakan sebelumnya. Dengan susah payah, di tengah rasa sakit karena tubuhnya terus digerogoti oleh kanker, dia tetap teguh menjalani perjalanan itu. Dan, seperti ribuan umat lain yang mengikuti prosesi di depan gua yang dialiri sebuah kali kecil dari mata air jernih, dia berdoa.

Dan di sana, aku berdoa seperti juga ribuan umat lainnya. Aku berdoa untuk hidupku. Aku berdoa untuk keselamatan dunia. Aku berdoa untuk siapa saja yang sedang menderita. Karena aku percaya bahwa kita tidak dilahirkan ke dunia ini untuk menderita. Kita dilahirkan untuk berjuang dan menjalani hidup secara benar. Penderitaan sesungguhnya hanya ada dalam cara berpikir kita saja karena kita enggan untuk menerima apa yang sedang kita hadapi saat ini. Realitas adalah suatu anugerah, dan bukan cobaan apalagi hukuman. Dalam realitaslah kita dibentuk untuk berguna dan menemukan makna keberadaan kita di dunia ini. Tidak ada hidup yang salah. Hanya cara hidup yang salah.?

Tiga minggu ibu itu menjalani perjalanan rohaninya. Tiga minggu dia menghabiskan biaya yang dapat dipergunakan untuk mengobati penyakitnya. Dan saat dia kembali ke kota asalnya, dan dokter-dokternya dengan heran menemukan bahwa kanker rahim yang dideritanya menghilang, dia sendiri tidak lagi merasa heran. Dia hanya tertawa saat hal itu diberitahukan kepadanya.

Dokter mengatakan padaku bahwa, dia heran karena dua buah foto hasil USG yang berjarak waktu hanya sekitar tiga bulan amat berbeda jauh. Mujizat? Entahlah. Aku sendiri tidak tahu apa arti kata itu bagiku. Karena hidup sesungguhnya adalah mujizat itu sendiri. Maka jika ada orang yang menyia-nyiakan hidupnya, aku sungguh sedih. Tuhan tidak menciptakan kita untuk pasrah. Tuhan menciptakan kita untuk mendamaikan diri kita dengan diriNya. Itulah makna kehidupan bagiku sendiri.?


A. Tonny Sutedja
Email: tonny_sutedja@yahoo.com

Baca selengkapnya

5 hari bersama anakku, Timothy

Pengalaman pribadi seorang ayah.
Hari Pertama, Sabtu 8 April 2000 Suatu hal yang sangat kami nanti-nantikan selama ini akhirnya terwujud menjadi kenyataan.

Pengalaman pribadi seorang ayah.
Hari Pertama, Sabtu 8 April 2000 Suatu hal yang sangat kami nanti-nantikan selama ini akhirnya terwujud menjadi kenyataan.
Istri saya yang mengandung anak kedua kami memasuki masa persalinannya. Karena posisi bayi yang tidak sebagaimana mestinya,
istri saya harus menjalani operasi Caesar, yang dijadwalkan dilaksanakan hari ini.

Sebenarnya kami harus datang ke RS Husada jam 6.00 pagi pada hari ini, tetapi empat jam sebelum itu ternyata ketuban istri saya
pecah sehingga kami harus segera berangkat. Walaupun hal seperti ini pernah kami alami pada waktu menjelang kelahiran anak pertama, kami tetap
merasa sedikit panik dibuatnya. Betapa tidak ? Air ketuban yang dikeluarkan istri saya banyak sekali dan kami jadi agak khawatir kalau-kalau proses
persalinan harus segera dilakukan pagi subuh ini juga.

Setelah ditangani oleh para suster jaga, proses persalinan ternyata masih bisa ditunda sampai waktu yang sudah disepakati untuk Caesar, yaitu
jam sembilan pagi. Saya merasa sangat lega, sehingga walaupun tidak terlalu pulas tapi saya dapat meneruskan tidur di bangku-bangku yang
ada di depan lift lantai lima Graha Husada.
Sekitar jam 5.30 pagi saya bangun dan menghubungi mertua saya dengan ponsel. Karena keadaan masih dapat terkendali maka saya putuskan untuk
tidak menghubunginya hingga pagi hari, agar mereka tidak menjadi khawatir. Ternyata sebelum saya menghubunginya, beliau sudah lebih dulu
menelepon ke rumah dan menjadi sangat khawatir setelah diberitahu pembantu kami bahwa kami sudah berangkat ke RS sekitar jam dua pagi. Well,
memang terkadang maksud baik bisa kurang pas hasilnya, bila implementasinya kurang tepat waktu dan keadaan.

Cuma dua orang yang saya rasa sangat perlu untuk dihubungi pagi itu. Yang pertama sudah, yang kedua adalah seorang ibu pendeta yang sudah
sejak tahun 80-an saya kenal. Ketika itu saya masih aktif sebagai pengurus di Komisi Remaja. Beliau saya kenal sebagai figur yang sangat tegas,
tapi juga sekaligus penuh perhatian. Belua jugalah yang memberkati pernikahan kami hampir lima tahun yang lalu.

Saya sebetulnya cuma mengharapkan dukungan doa dan ucapan yang menguatkan lewat telepon dari ibu pendeta, tapi ternyata Tuhan lebih
mengerti apa yang saya butuhkan. Sekitar jam 8.00, ibu pendeta datang dan terus mendampingi kami. Saya mengira sesudah mendoakan istri saya pada
waktu mau masuk ruang operasi beliau akan pamit, tapi nyatanya tidak.
Saya yakin bahwa Tuhan sudah membimbing ibu pendeta untuk terus berada bersama kami sampai operasi Caesar selesai. Pada saat operasi berlangsung,
datang pula kakak perempuan saya dan saudara-saudara dari istri saya. Menit demi menit berlalu, dan sama sekali tidak pernah terlintas di benak saya hal yang terjadi kemudian. Sekitar duapuluh menit sesudah jam 9.00 pagi, beberapa suster beserta seorang dokter keluar menemui saya dengan membawa anak yang baru dilahirkan istri saya. Dokter anak yang menangani anak kami sambil memperlihatkan anak yang beru lahir, juga memberitahukan saya akan kondisi fisik anak saya yang memiliki beberapa kelainan.
Mama mertua saya menangis tersedu-sedu. Saya sedih dan kaget. Dokter juga bertanya kepada saya apakah anak yang lahir ini akan dirawat intensif
atau seadanya saja. Tentu saja saya segera memutuskan untuk dirawat intensif, bagaimanapun keadaannya sekarang dan apapun resikonya nanti.
Yang pertama-tama saya khawatirkan adalah bagaimana perasaan istri saya bila dia mengetahui hal ini.

Selagi istri saya belum sadar dari operasi, anak kami dibawa ke tempat untuk merawat bayi prematur. Walaupun cukup umur, tapi karena beratnya yang
hanya 1,8 kg dan panjang 40 cm, anak kami dikategorikan sebagai bayi prematur. Dokter kemudian mengatakan bahwa ari-ari yang menghubungkan anak kami
dengan placenta ibunya kecil sekali, sementara dekat tali pusat bayi ada pembengkakkan usus.
Hal ini yang mengakibatkan fisik anak kami kecil sekali, yaitu karena makanan yang diterimanya jadi sedikit.

Memang Tuhan sudah menyiapkan segala yang terbaik. Ibu pendeta langsung menghibur serta menguatkan saya dan mengingatkan agar tetap tabah dan
kuat, jangan saling menyalahkan dengan istri dan tidak perlu bertanya MENGAPA, terlebih lagi menyalahkan Tuhan. Beliau juga mengingatkan saya agar
juga menyiapkan diri untuk hal terburuk yang mungkin terjadi, yaitu apabila Tuhan mengambil kembali anak kami ini. Hati saya amat sangat menangis
dan hancur waktu itu, walaupun tidak terlalu tampak pada raut wajah saya.
Saat itu walaupun gelombang duka melanda begitu keras saya merasa Tuhan sedang membelai-belai kepala saya sambil menghibur dan menguatkan
saya lewat keberadaan dan setiap perkataan dari ibu pendeta. Ada kekuatan yang lebih besar dari gelombang duka tersebut yang mengalir menghangatkan
hati dan jiwa saya.

Saya sadar bahwa sebagai manusia tidak ada yang dapat saya lakukan saat ini selain berserah sepenuhnya kepada Tuhan. Andaipun saya punya uang segudang
saya tetap tidak dapat membeli kesehatan dan hidup bagi anak saya. Oke, sekarang saya cukup kuat untuk diri saya sendiri tapi bagaimana dengan istri saya ? Oh Tuhan, berilah saya hikmat dan bijaksana dalam membicarakan hal ini dengan istri saya. Beberapa saat setelah istri saya sadar, saya menemaninya didorong ke kamarnya di 511-B. Istri saya bertanya tentang keadaan anak kami.
Saya pikir belum saatnya untuk berterus terang sepenuhnya, jadi saya cuma mengatakan bahwa anak kami secara fisik dikategorikan sebagai bayi prematur karena berat badannya yang kurang dan dirawat secara khusus sehingga dalam beberapa hari ini belum bisa dibawa ke mamanya. Terlihat wajah yang agak penawaran
dari istri saya karena katanya dia belum melihat sama sekali anaknya ketika selesai operasi. Dia hanya mendengar percakapan antara para dokter yang mengatakan bahwa anaknya kecil. dia juga mendengar tangisan bayi sejenak, tapi kemudian tidak sadarkan diri karena dokter membiusnya total.
Saya berusaha untuk bisa terlihat gembiraoleh istri saya agar dia tidak menjadi khawatir.

Ada saudara-saudara dan beberapa sahabat dekat yang datang dan mengucapkan selamat hari ini, tapi hanya dua orang sahabat dan dua orang saudara yang saya
beritahu kondisi anak saya yang sebenarnya, dengan harapan mereka dapat mendukung saya dalam doa agar saya dapat lebih dikuatkan dalam menghadapi semuanya ini. Beberpaa kali saya datang melihat anak saya yang tempat perawatannya cukup jauh dari tempat perawatan istri saya.
Timothy Gabriel, yang saya panggil Timmy, terbaring lemah di dalam inkubator, sementara saya hanya bisa melihatnya dari balik kaca ruang perawatan bayu prematur. Saya tidak dapat menahan air mata saya lagi saat itu. Saya merasa seperti anak kecil yang sedang mengadu kepada orangtuanya sambil menangis.
Sayapun mengadukan perkara saya kepada Bapa saya yang di Sorga, dan saya yakin Dia mendengar segala keluhan dan tangisan saya. Hampir semua saudara
datang untuk mengucapkan selamat kepada kami hari ini. Ya ... hari ini adalah hari yang sangat melelahkan. Bukan cuma fisik saya yang lelah, tapi jiwa saya juga. Tetapi saya terus berharap pada kekuatan yang dari Tuhan dan memang Dia memberikan pada saya. Setelah semua tamu pulang, malam itu sebelum sayapun pulang, saya mengajak istri saya berdoa.
Dalam doa itu kami mengucap syukur atas Timmy, dan kami juga mendoakannya supaya cepat normal kembali kondisinya. Hari ini saya belum dapat menceritakan sepenuhnya pada istri saya masalah anak kami, karena memang keadaan istri saya belum memungkinkan untuk itu. Malam itu saya pulang ke rumah mertua saya dan tidur di sana.


Hari Kedua, Minggu 9 April 2000

Pagi-pagi saya bangun dan segera pergi ke gereja untuk mengikuti kebaktian pertama. Firman Tuhan pagi itu benar-benar menguatkan saya karena sangat
relevan dengan situasi yang sedang saya hadapi. Pendeta Iwan mengatakan, mudah bagi kita untuk memberikan sekadarnya atau menurut kerelaan kita, tapi amat sangat sangat sulit bila kita harus memberikan yang terbaik bagi Tuhan atau sesama kita. Dan itulah yang Tuhan sudah berikan pada kita, yaitu yang terbaik yaitu
putra tunggal-Nya sendiri, Yesus Kristus. apakah kita rela, jika saat ini kita diminta untuk memberikan yang terbaik bagi Tuhan ?
Apakah kita bisa berkata seperti Ayub berkata," Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil. Terpujilah nama Tuhan !" ? Sekaget kena setrum saya mendengar pertanyaan itu. Seolah secara langsung Tuhan menanyakan hal itu pada saya. Saya menundukkan tubuh dan jiwa saya untuk merendahkan diri di hadapan. Tuhan saat itu, dan saya katakan, "Tuhan, Engkau tahu yang terbaik untuk saya dan bagi keluarga saya, juga bagi anak saya Timmy yang baru lahir.
Biarlah kehendak Tuahn yang terjadi dan terima kasih ya Tuhan, karena telah mengingatkan saya agar saya siap sedia dan rela atas hal terburuk apapun yang akan terjadi karena saya percaya, Tuhan akan selalu menuntun dan memberi saya kekuatan untuk menghadapi semuanya." Ketika kemarin ibu pendeta mengingatkan saya untuk menyiapkan diri bila Tuhan ingin mengambil kembali anak saya, saya belum bisa menerima hal tersebut tapi saat ini, walaupun dengan sangat berat dan hancur hati, saya merelakan Timmy untuk pulang kembali kepada Bapa di Sorga.

Setelah dari gereja saya mengantar-jemput anak pertama saya ke sekolah minggu. Inilah kesulitan saya yang berikutnya. Begitu berat rasa hati ini karena belum dapat berterus terang pada anak pertama saya, bagimana kondisi adiknya. Saya menjanjikan anak pertama saya untuk langsung menjenguk mamanya di RS sepulang sekolah minggu. Dia senang sekali dan mengatakan mau melihat "dede"-nya di RS. Saya tidak bisa bilang apa-apa selain mengiyakan anak saya itu, padahal
dalam hati saya menangis mendengarnya. Setiba di RS, sudah ada seorang sahabat dekat saya bersama istrinya datang menjenguk. Walaupun kondisi sahabat saya
ini masih kurang baik karena sekitar bulan lalu terkena stroke, tapi dia tetap meluangkan waktunya untuk memberi selamat pada kami. Kami sungguh bersyukur punya sahabat yang begitu memperhatikan. Saya tidak mau merepotkan sahabat saya lebih banyak lagi, sehingga saya tidak memberitahu dia akan keadaan anak kami.

Anak pertama saya penasaran dan terus menanyakan keadaan adiknya. Saya beritahu bahwa adiknya belum boleh dibesuk, karena kondisinya dianggap prematur. Untunglah dia punya cukup pengertian, sehingga saya tidak terlalu bersusah hati menjelaskan. Sepanjang hari ini saya lebih mengorientasikan waktu yang ada untuk melihat Timmy.
Beberapa kali saya menengok Timmy. Saya lihat kesehatannya hari ini lebih baik dari kemarin. Napasnya jauh lebih teratur dan dia bisa tidur dengan pulas. Ah Tuhan, bila Kau ijinkan Timmy bertahan, sembuhkanlah dia secara total karena kasihan sekali bila si kecil ini harus menanggung derita sakit penyakit berlarut-larut. Begitu inginnya saya memeluk serta menggendong anak saya itu, pasti lebih lagi istri saya. Kasihan dia, hari ini tetangga sebelah ranjangnya sudah mulai diberikan anaknya untuk disusui sedangkan dia hanya melihatnya saja. Tidak banyak tamu yang datang hari ini sehingga banyak kesempatan saya untuk bisa
bercakap-cakap dengan istri saya. Hari ini dia belum bisa buang gas, jadi masih belum boleh makan dan minum, infusnya juga belum dicabut. Karena kondisi kesehatannya belum stabil itulah saya rasa belum waktunya untuk membicarakan masalah anak kami kepadanya.

Hari Ketiga, Senin 10 April 2000

Hari ini saya senang sekali melihat perkembangan kesehatan istri saya.dia sudah bisa buang gas tapi para suster belum memperbolehkan dia lepas infus
dulu. Satu botol infus yang sedang dipakai harus dihabiskan dulu baru infus dapat dicabut.
Sejak dari hari Sabtu hingga sekarang istri saya cuma minum air beberapa tetes saja hanya untuk membasahi bibir dan kerongkongan. Dia begitu senang karena sudah normal kembali boleh makan dan minum. Air susu istri saya juga sudah mulai keluar, karena itu tiap beberapa jam dia juga mulai disibukkan memerasnya untuk disimpan di botol dan diserahkan ke suster agar dikirim ke tempat perawatan Timmy. Karena infus belum dicabut dan juga saya lihat dia masih kesakitan bekas operasinya, saya urungkan niat untuk memberitahu istri tentang keadaan anak kami.

Saya lihat hari ini Timmy buang air kecil, wah ... seperti air mancur.Maklum anak lelaki. Senang juga melihatnya, tapi saya juga melihat kondisi anak saya menurun hari ini. Napasnya agak tersengal dan tidurnya pun agak gelisah. Bilirubin anak saya juga tinggi hari ini, sehingga dia mulai disinar. Tubuhnya yang masih sangat kecil itu belum juga bertambah beratnya hingga hari ini. Beberapa kali saya menengok anak saya. Ada suster jaga yang baik, dan ada yang agak judes karena mungkin merasa agak terganggu oleh saya yang sering bolak-balik ke tempat itu.

Melihat perkembangan kesehatan anak saya yang bukannya positif tapi malah negatif, saya hanya dapat mendoakannya. Saya tetap yakin bahwa Tuhan tahu yang
terbaik, dan Ia juga bekerja dalam segala perkara untuk mendatangkan kebaikan bagi saya. Saya tidak berharap banyak untuk dapat mengetahui rencana Tuhan, tapi saya sungguh mengharapkan dapat dikuatkan dan menerima apapun yang Tuhan rancangkan dalam hidup saya dan apapun itu, pasti bukan rancangan yang
buruk atau rancangan kecelakaan. Saya juga berharap besok bisa memberitahu istri saya akan keadaan anak kami ini dan meminta hikmat dari Tuhan agar dapat dengan bijak dan dapat pula menguatkan istri saya.

Hari Keempat, Selasa 11 April 2000

Hari yang ditunggu-tunggu untuk memberitahukan keadaan Timmy pada istri saya tiba. Saya sangat menghawatirkan istri saya, takut kalau-kalau ia terguncang
dan sangat sedih sehingga membuat kesehatannya terganggu. Saya mula-mula bingung harus mulai dari mana mengatakannya dan kapan saat yang tepat untuk
membicarakannya. Tapi sungguh, Tuhan menolong dan menyiapkan segalanya. Pada sore hari sekitar jam 16.30 saya punya kesempatan berdua dengan istri.
Saat itu tetanga sebelah kiri istri saya sudah pulang tadi pagi, sedangkan yang sebelah kanan sedang mandi. Mama mertua saya sedang turun membeli sesuatu.
Sebelum mulai berbicara, saya berdoa dalam hati, "Ya Tuhan Yesus, tolonglah saya !".

Istri saya menangis mendengar cerita saya tentang Timmy, tapi dia sungguh adalah istri yang sangat tabah hati. Saya katakan, besok lagi kita semua akan
menengok keadaan Timmy, juga anak pertama kami boleh melihat adiknya yang belum pernah dilihatnya selama ini. Saya sangat bersyukur karena hari ini kami
sebagai suami istri sudah bisa berbagi di dalam mengatasi masalah keluarga dan dengan kekuatan dari Tuhan, kami sanggup mengatasinya. Saya sungguh lega karena beban yang saya pikul sendiri sejak dari hari Sabtu yang lalu, akhirnya dapat kami share bersama.
Setelah itu, bersama kami membawanya di dalam doa, dan menyerahkannya pada Tuhan Yesus yang kami yakin mengerti apa yang terbaik bagi kami semua.


Hari Kelima, Rabu 12 April 2000

Hari ini sesuai dengan rencana, saya mengajak istri dan anak pertama saya untuk melihat keadaan Timmy. Kami menjenguknya setelah jam besuk pagi berakhir agar tidak terlalu menyolok perhatian orang-orang lain yang juga membesuk. Saya mendorong istri saya yangduduk di kursi roda, karena memang tempat perawaran Timmy yang agak jauh dan istri saya juga baru bisa berjalan perlahan-lahan sekali. Anak pertama saya sangat senang sekali membantu mendorong mamanya. Dalam hati, saya terus berdoa agar Tuhan menolong istri saya, supaya dia bisa kuat dan tabah dalam menghadapi semua ini.

Saya sadar, pasti istri saya sangat prihatin dengan kondisi Timmy dan sangat ingin menggendong dan memeluk anak yang baru saja dilahirkannya itu.
Saya minta kekuatan dari Tuhan agar saya dapat dikuatkan dan juga membantu menguatkan istri saya, yang saat ini pasti sangat lemah baik secara fisik maupun
mental. Sayapun berdoa terus agar Tuhan menjadikan istri saya kuat dan sanggup bertahan di badai yang sedang melanda keluarga kami ini.
Saya yakin, saat itu juga Tuhan menjawab doa saya dan meluluskan permintaan saya, karena saya dapat langsung melihat dan merasakan ketabahan istri saya yang
sungguh diluar perkiraan saya saat itu. Dia hanya sedikit menitikkan airmata, dan cepat-cepat menghapusnya agar tidak membingungkan anak pertama kami. Anak pertama kami belum dapat memahami kondisi adiknya, jadi dia tidak banyak bertanya. Terima kasih ya Tuhan, atas segala kebaikkanMu.

Sekitar setengah jam lebih kami berada di tempat itu, kemudian kami kembali ke tempat perawatan istri saya. Tidak lama kemudian anak pertama kami pulang bersama saudara istri saya. Setelah makan siang, istri saya memompa air susunya dan saya membawanya ke tempat Timmy. Saya sangat terkejut melihat kondisi
Timmy yang sangat merosot bila dibandingkan dengan tadi pagi. Napasnya sangat susah dan diapun menangis disela-sela desahan napasnya yang sulit itu. Saya sangat sedih melihat hal itu, tapi tidak ada yang dapat saya lakukan untuk membantu. Hanya doa yang dapat saya naikkan pada Tuhan, karena Dia adalah Allah yang bukan hanya mengerti tapi juga Allah yang peduli.

Saya berlari kembali ke tempat perawatan istri saya, dan membicarakan kondisi Timmy padanya. Istri saya menangis tapi tidak berlama-lama. Saya minta dia mendoakan anak kami dan saya segera kembali ke tempat Timmy. Saya terus mendampingi anak saya dari sejak saat itu. Saya diijinkan untuk memasukkan tangan saya ke kotak inkubator anak saya. Baru saat itulah saya dapat menjamah anak saya sejak dia dilahirkan empat hari yang lalu.
Siang itu dokter anak saya datang dan saya berkonsultasi dengannya. Dokter memeriksa kondisi anak saya dan mengatakan bahwa agak sulit bagi anak saya untuk
bisa bertahan. Setelah dokter pergi, saya hanya bisa menangis, berdoa dan menyanyi pada saat itu.
Saya menangis bukan karena menyesalkan semua ini, tapi saya minta Tuhan menhasihani anak saya agar dia tidak menderita berlarut-larut.
Saya berdoa, bila memang Tuhan mau sembuhkan anak saya biarlah Timmy bisa sembuh total, tapi kalaupun rencana Tuhan lain biarlah penderitaannya tidak
berkepanjangan. Saya juga menyanyikan lagu-lagu yang dapat menguatkan, menghibur dan agar saya dapat lebih berserah bersandar pada kekuatan Tuhan.
Dari sekitar banyak lagu-lagu yang saya nyanyikan, ada dua yang sangat berkesan dan sangat menguatkan saya yaitu:

Mataku Tertuju PadaMu. Kata-katanya adalah : Mataku tertuju padaMu, segnap hidupku kusrahkan padaMu Bimbing aku masuk rencanaMu, tuk membesarkan
kerajaanMu Ku mau mengikuti kehendakMu ya Bapa, ku mau slalu menyenangkan hatiMu

Bapa Surgawi. Kata-katanya adalah : Bapa Surgawi, ajarku mengenal betapa dalamnya kasihMu. Bapa Surgawi, buatku mengerti betapa kasihMu padaku.
Semua yang terjadi di dalam hidupku, ajarku menyadari Kau selalu sertaku. Bri hatiku slalu bersyukur padaMu, karna rencanaMu indah bagiku.

Sampai sekitar jam 17.00 sore saya terus menangis, berdoa dan menyanyi. Saya melihat anak saya sudah lebih tenang dan dapat tidur dengan pulas.
Napasnya sudah lebih teratur, dan dia sudah tidak menangis lagi. Saya bersyukur pada Tuhan dan memasrahkan anak saya ini padaNya. Melihat keadaan yang membaik, ibu suster jaga juga senang, dan dia menganjurkan saya untuk melihat kondisi istri saya sambil meyakinkan saya bahwa anak saya pasti akan dijaganya dengan baik. Saya sudah lebih tenang ketika saya meninggalkan anak saya untuk melihat keadaan istri saya.

Waktu bertemu dengan istri saya, saya menceritakan kondisi anak saya dan juga mengatakan apa yang dokter katakan pada saya, bahwa kemungkinan untuk
Timmy bertahan sangat kecil. Organ tubuhnya di bagian dalam sudah banyak kelainan dan komplikasi. Istri saya walaupun sangat sedih, tapi pada akhirnya dapat memasrahkan Timmy pada Tuhan. Hanya beberapa saat setelah dia menyatakan penyerahannya pada Tuhan atas diri Timmy, suster memanggil saya untuk segera ke tempat perawatan anak saya itu. Sesegera mungkin saya berlari dan ketika saya tiba, saya langsung menghampiri anak saya.
Saya berkata padanya, "Timmy, ini papa. Pulanglah ke rumah Bapa yang di Sorga.
Papa dan mama sudah merelakanmu. Selamat jalan Sayang." Masih ada dua kali Timmy menarik dan menghembuskan napasnya, untuk kemudian diam selama-lamanya. Mata saya hanya sedikit berkaca-kaca. Tidak banyak lagi air mata yang tersisa, karena memang sudah sangat banyak yang terbuang sejak siang tadi.
Walaupun demikian, ada kelegaan yang Tuhan berikan di tengah badai duka yang sangat hebat melanda saat itu. Seolah saya dapat merasakan seperti yang Timmy rasakan, yaitu fisik yang sangat berasa sakit kemudian tidak lagi terasa sakit, bahkan terasa sangat ringan dan nyaman. Terima kasih Tuhan, walaupun saya
sangat berduka tapi Tuhan sudah mengangkat segala kesakitan dan penderitaan anak saya.
Saya juga sangat yakin, bahwa Timmy saat ini juga sudah bersama-sama dengan Bapa yang di Sorga.

Penutup

Lima hari bersama Timmy mengajarkan pada saya banyak hal. Hal pembaharuan penyerahan diri saya kepada Tuhan. Hal untuk menyadari bahwa Tuhan selalu ada dan memberi kekuatan pada saat kita membutuhkan. Hal bahwa Tuhan itu sangat baik.
Hal bahwa seharusnya kita dapat berkata seperti Ayub berkata "Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil. Terpujilah nama Tuhan !". Hal bahwa bila kita sepenuhnya berserah pada Tuhan, kita akan menerima limpahan kekuatan dan kecukupan untuk dapat menanggung segala perkara yang harus kita tanggung, seburuk apapun perkara itu. Saya sangat bersyukur karena Tuhan sudah mengabulkan semua kerinduan saya untuk bisa lebih mengenal dan mengerti kasih Tuhan,
serta menyadari rencana Tuhan yang indah bagi saya, seperti lagu Bapa Surgawi yang sering saya nyanyikan.

Saya tuliskan semua yang saya alami dan rasakan ini, supaya bila suatu saat saya lupa atau merasa sulit untuk bersyukur kepada Tuhan, saya dapat membacanya,
sehingga kembali diingatkan akan kebaikanNya dan dapat bersyukur padaNya selalu apapun yang terjadi. Saya juga berharap tulisan ini dapat menjadi berkat bagi
semua yang membacanya. SEGALA PUJI, HORMAT DAN SYUKUR ADALAH HANYA BAGI TUHAN, KINI DAN SELAMA-LAMANYA.
Amin.

Note
Tulisan ini disampaikan oleh Sdr. Tjiong Kim Gwat (M'ben) untuk sharing dan boleh disebar-luaskan untuk bahan kesaksian. Sdr. Tjiong Kim Gwat
adalah aktivis, koordinator Vocal Group kami di GKI Samanhudi dan telah melayani sejak lebih 25 tahun yang lalu. Terima kasih buat semua pembaca, semoga
menjadi berkat yang juga menguatkan disaat kita mengalami hari-hari yang sulit.

Baca selengkapnya

Aku Punya Allah yang Hidup

Kemurahan Bapa di Sorga telah membuat saya lepas dari belenggu depresi yang tiada henti menimpa saya dalam tiga tahun terakhir. Masa lalu saya memang kelam, namun Allah Bapa yang maha kasih melalui RohNya menanamkan kepada saya bahwa dalam namaNya semua kenangan buruk

Haleluya! Dalam nama Tuhan Yesus saya bersaksi,

Kemurahan Bapa di Sorga telah membuat saya lepas dari belenggu depresi yang tiada henti menimpa saya dalam tiga tahun terakhir. Masa lalu saya memang kelam, namun Allah Bapa yang maha kasih melalui RohNya menanamkan kepada saya bahwa dalam namaNya semua kenangan buruk itu mengantarkan saya kepada pengenalan yang dalam akan Yesus Kristus. Kiranya kesaksian saya ini memberikan harapan kepada mereka yang sedang dalam pencarian akan hidup yang berarti.


Tiga Tahun yang Sukar

Pikiran bunuh diri itu mulai menganggu saya di pertengahan tahun 2005. Saat itu segala kekuatiran saya mencapai puncaknya. Saya merasa hidup ini tidak berarti lagi karena hubungan saya dengan orang tua dan saudara-saudara yang sedang memburuk, juga saya tidak suka berhadapan dengan teori-teori mengajar yang menurut saya tidak ada gunanya. Selain itu saya merasa sangat kesepian, kehidupan bergerejapun terasa seperti rutinitas belaka. Perkuliahan yang menurut saya semakin lama semakin berat dan perasaan akan tidak berguna yang menyelimuti saya karena saya tidak seperti teman-teman kuliah saya yang sebagian besar telah memperoleh uang dari hasil mengajar membuat saya tenggelama dalam perasaan yang tak menentu. Awalnya saya merasa suara-suara yang menyuruh saya untuk bunuh diri itu merupakan bagian dari pencobaan yang harus saya kalahkan karena sebelumnya saya sering sekali memperoleh penglihatan-penglihatan di mana dalam penglihatan-penglihatan itu saya melihat bagaimana Tuhan Yesus mengalahkan iblis yang sedang memburu jiwa saya.

Saya harus masuk rumah sakit untuk memperoleh perawatan di akhir tahun 2005. Pada saat itu saya sungguh tidak mengerti mengapa tidak seperti biasanya Tuhan Yesus melepaskan saya dari kuasa kegelapan. Kali ini Tuhan seolah tinggal diam dan membiarkan jiwa saya kosong, berada dalam jerat iblis. Dengan berat hati saya terpaksa minum obat yang diberikan oleh psikiater. Dalam hati saya merasa benci sekali dengan keharusan saya untuk mengkonsumsi obat, tetapi saya sungguh tidak tahu bagaimana mengisi kekosongan dalam hidup saya. Lagipula, orang tua saya sepertinya sangat mempercayai setiap perkataan dari psikiater. Bagaimanapun juga, karena keharusan untuk minum obat secara teratur, saya merasa bagai orang yang sakit; saya takut sekali orang lain tahu bahwa saya pernah dirawat di rumah sakit akibat kehilangan pengendalian diri dan bahwa hidup saya kini tergantung pada obat.

Sejak saya keluar dari rumah sakit, saya sangat aktif dalam berbagai pelayanan di gereja. Namun demikian, hal tersebut tidak dapat memuaskan hati saya; saya tetap hidup dalam ketidakpastian, seolah hidup ini tidak bertujuan bagi saya. Dengan sangat terpaksa saya terus melanjutkan kuliah; perasaan ingin bunuh diri itu semakin menguat dari hari ke hari, ditambah lagi di saat saya mulai putus asa ada banyak sekali suara-suara yang meyakinkan saya bahwa bunuh diri adalah jalan terbaik bagi saya. Saya selalu ingin menghindar bertemu teman-teman kuliah saya; sayapun juga merasa rendah dibandingkan dengan saudara-saudara saya. Ketakutan akan uang terus mendera saya, apalagi ayah saya terus-menerus memaksa saya untuk menjadi seorang yang pandai berbisnis. Saya tahu pasti bahwa saya tidak suka bisnis tetapi di sisi lain saya juga tidak tahu saya ingin menjadi apa. Saya hanya bisa diam dan merasa sedih dalam hati ketika ayah saya terus membanggakan dirinya yang sangat pandai berbisnis. Di awal tahun 2007 atas perintah suara-suara, saya memutuskan untuk berhenti kuliah. Saya merasa meledak, semakin lama semuanya makin suram bagi saya. Bagi saya gelar S1 tidak lagi penting; saya merasa saya pasti akan menangis di hari wisuda saya karena saya merasa semua teman kuliah saya jahat, dan tentunya tidak ada yang dapat saya banggakan dari apa yang telah saya pelajari selama kuliah.

Ketika semuanya serba tak menentu, tiba-tiba suara-suara yang saya anggap sebagai suara Tuhan itu menyuruh saya untuk kembali kuliah. Suara-suara tersebut juga mengatakan kepada saya bahwa saya sangat membutuhkan pertolongan psikiater juga psikolog, bahkan suara-suara tersebut menjamin bahwa saya boleh terbuka pada mereka karena mereka pasti dapat menolong saya. Perkuliahan itu membuat saya semakin depresi, dan tak henti-hentinya saya meminta Tuhan untuk lebih baik membunuh saya daripada saya harus menyelesaikan kuliah saya. Psikiater menyarankan saya untuk minum obat teratur untuk membuat pikiran saya jernih sehingga saya dapat berpikir jernih. Saya sangat mempercayai perkataan psikiater pada mulanya, namun seiring dengan berjalannya waktu, saya merasa obat yang diberikan psikiater itu tidak cocok bagi saya karena bukan hanya saya tetap kehilangan semangat hidup, yang pasti pikiran bunuh diri itu makin lama makin menguasai diri saya. Terhadap psikolog saya juga menaruh harapan untuk bisa beraktivitas dengan normal setelah melalui beberapa sesi. Namun, dari sesi ke sesi saya merasa psikolog itu semakin menuduh saya sebagai orang yang ragu-ragu, selalu menyesali keputusan yang telah saya ambil, dan yang terutama takut menghadapi tantangan. Saya sadar bahwa saya memang butuh teman bicara, tetapi sepertinya psikolog itu cenderung untuk memarahi saya karena saya selalu datang dengan keluhan yang hampir sama. Sementara itu, saya juga tidak berani berterus-terang kepada psikiater mengenai pergumulan yang sedang saya alami karena takut ia akan memberi saya obat tambahan, padahal saya tahu pasti bahwa obat anti depresi itu akan membuat saya sakit maag dan tatapan mata saya kosong.

Pada akhirnya saya memang dapat menyelesaikan kuliah, tetapi ketakutan memasuki dunia kerja tidak dapat lepas dari pikiran saya. Setelah dinyatakan lulus pada pertengahan tahun 2008, sesungguhnya saya berada dalam kebingungan yang amat sangat. Hati saya ingin meninggalkan Indonesia secepatnya karena saya merasa tidak ada pekerjaan yang cocok bagi saya di sini tetapi bukan hanya karena orang tua tidak akan mengizinkan saya pergi jauh, namun juga peluang saya untuk pergi akan sangat kecil jika saya tidak menggunakan uang saya sendiri. Hal itu berarti saya harus bekerja, tetapi saya ingin hasil yang instan, saya ingin memperoleh banyak uang segera agar saya dapat segera keluar negeri. Karenanya, saya merasa terjebak; saya tahu saya membutuhkan pekerjaan tetapi saya pikir saya akan merasa sangat tersiksa dengan pekerjaan yang tidak sesuai dengan minat saya. Setelah melalui berbagai proses, sayapun diterima sebagai guru bahasa inggris di suatu lembaga kursus. Saya sering merasa saya salah masuk ke sana karena sejak training saya tidak pernah nyambung dengan berbagai teknik mengajar yang disampaikan. Lagipula, saya teringat pengalaman buruk saya saat praktek ngajar di suatu SMU pada waktu kuliah. Waktu itu murid-murid sama sekali tidak mendengarkan saya, suasana kelas sangat tidak terkendali. Saya ingin sekali mundur tetapi saya sudah terlanjur menandatangani kontrak selama 1 tahun. Berulang kali saya minta kepada Tuhan agar saya bisa keluar dari sana, saya katakan kepadaNya lebih baik saya mati daripada saya harus mengajar.


Mujizat Allah Nyata

Berkat pertolongan Tuhan dan jamahan kuasa Roh Kudus, segala macam suara dan penglihatan itu pada akhirnya hilang. Saya katakan pada Tuhan bahwa sesungguhnya saya sangat memerlukan psikiater dan psikolog dalam diriNya karena terbukti psikiater dan psikolog yang menangani saya tidak dapat menolong saya lagi. Hari-hari saya sangat kosong, saya sungguh tidak mengerti mengapa segala sesuatu yang saya lakukan sepertinya serba salah, seolah membuktikan bahwa diagnosa psikolog terhadap saya itu benar dan bahwa perkataan psikiater adalah benar bahwa saya harus mencari banyak kegiatan dan tidak boleh terlalu banyak sendirian. Seringkali saya takut sendiri bahwa suatu hari nanti saya akan menjadi gila karena masih hidup di Jakarta. Setiap bangun pagi saya selalu merasa letih dan tidak semangat. Saya tidak tahu untuk apa saya hidup pada hari itu. Selain itu hati saya senantiasa dipenuhi dengan duka, dan saya tidak tahu sebabnya.

Di saat saya sedang putus asa dan tidak tahu apa yang harus saya perbuat, saya teringat bahwa Tuhan Yesus itu jauh lebih berharga dari teman-teman yang saya miliki bahkan dari seluruh hidup saya. Suatu lagu hymn juga mengingatkan saya bahwa hanya Tuhan Yesus seorang yang dapat menolong saya. Sebenarnya saya sudah bosan sekali dengan keinginan saya untuk bunuh diri tetapi saya tidak punya kekuatan untuk lepas darinya. Saya sering bertanya-tanya dalam diri saya, apa Tuhan tidak kasihan terhadap saya karena sudah tiga tahun saya terus hidup dalam kekelaman, seolah pikiran mau bunuh diri itu telah menjadi bagian dari hidup saya. Orang-orang yang mendengar keluhan saya ini pasti juga telah bosan, maka saya penuh keraguan apa Tuhan masih mengasihi jiwa saya. Saya merasa bagai penjahat yang pantas mati karena saya tak dapat mengasihi orang-orang di sekeliling saya. Saya juga telah merepotkan Tuhan karena kemauan saya yang kuat untuk mengakhiri hidup saya. Ketika jalan yang saya tempuh makin lama makin terjal, saya dapat merasakan bahwa Tuhan Yesus mempunyai kasih yang sangat besar terhadap saya; Ia mencari saya yang sedang berada dalam dosa. Di saat saya tak lagi bersemangat untuk berdoa, memuji Tuhan ataupun membaca Alkitab, saya dapat merasakan pengampunanNya yang sempurna, namaNya yang indah menghapus segala ketidaknyamanan dalam hati saya, dan mengantarkan jiwa saya yang telah hancur kepada kebenaran sejati.

Tuhan Yesus telah memberikan saya pengharapan di dunia dan sukacita dari Sorga sehingga saya tidak lagi ingin mati. Ia telah membuktikan kepada saya bahwa karya Roh Kudus masih nyata sampai saat ini, dan Ia masih peduli terhadap saya di saat saya berseru memanggil namaNya. Kasih karuniaNya dapat saya rasakan sepanjang waktu, ada perubahan yang nyata sejak saya sungguh-sungguh bertekun dalamNya. Saat ini dengan berani saya mengatakan bahwa Allah kita adalah Allah yang hidup, dan perbuatanNya yang ajaib nyata bagi mereka yang mendekat kepadaNya.

Segala kemuliaan hanya bagi nama Tuhan. Amin.



Kumala
Email: kumalawaty.sundari@yahoo.com


Baca selengkapnya